Kamis, 22 Januari 2009

Seru Sehari di Rawasari

Seru Sehari di Rawasari


“Ca, ikut seminar ga? Tanggal 11-12 Juni 08. Gratis. Dapat
lunch dan sertifikat loch… pembicaranya dari Deplu dan orang-orang
yang berkompeten memperkenalkan kebudayaan Indonesia di beberapa negara
Asean,” sebuah pesan singkat dari Dewi, mampir di handphoneku.

”Oke,” jawabku singkat.
Kebetulan, bulan-bulanan saat itu, aku memang butuh suasana baru, karena
semangat untuk menjalani rutinitas kosong (Wedeh…). Apa sebab? Yah, apalagi
kalau bukan sumber energi. Sumber energi itulah yang aku butuhkan, karena sudah
lama ia tak menyapaku.

Sebelum menuju ke sana(Cempaka Putih), aku dan Dewi minta izin terlebih dahulu ke Bu Netti, soalnya absensiku teriak butuh bantuan, haha… (dah dangerous, guys..). Di halte, aku, Dewi, dan Susi menunggu bus jurusan Senen-Depok. Lama sih. ”Yah, busnya
lewat. Susi mana?” kata Dewi, kesal. ”Lagi ngejar duplikat. Ya wes, kita tunggu
lagi aja,” jawabku.

Selanjutnya, dalam bus kita bercerita tanpa batas. Sampai akhirnya, tepat bangku depan sebelah kiriku, seorang pria melirik dan mendengarkan obrolan kita bertiga. Stylenya lumayan sih. Nyantai, kaya orang gawe gitu, deh! “Wi, liat deh ntu cowok. Doi liatin kita mulu!” tanyaku. “Mana?” Oh…,” jawabnya.

Kira-kira sekitar 15 menit lagi sampai lokasi, pria itu mengeluarkan sebuah benda. Banyak lilitan, gantungan. Ia buka dan benda itu ia lilit-lilitkan. ”Orang aneh,” gumamku. Namun, tingkah aneh itu jadi perhatianku. Diperhatikan, ternyata benda yang
dililit tersebut, ID card PERS. Tapi ga terlihat jelas ntu orang dari media mana. Aku nyengir aja. ”Maksudnya..?” cetusku. Mungkin karena kita cerita mengenai liputan
terakhir masing-masing kali ya (mungkin). Padahal suara kita ga kenceng loh, samar-samar.

Tiba-tiba.. ”Kiri, Bang,” teriak Dewi dan Susi. Woah, asyik ngobrol jadi kelewat deh.

Setelah mengikuti seminar, di lokasi (tempat) yang aku maksud tadi, kita berempat (ada Jay, adik Dewi) sempatkan makan di ITC Cempaka Putih, ’cuci mata’ lalu pulang (hehehe). Sampai di rumah Dewi/Jay, kita berempat ngumpul di ruang TV. Apalagi
kalo bukan cerita+nonton (sebelumnya, aku mandi dulu. Dah malam sih). Kitar jam 11 malam, krot… (bunyi perut) ”Duh laper..,” kata Jay. Lalu, Dewi dan Susi masak kentang goreng gitu, karena ngantuk aku tinggalin saja mereka. Tidur deh…..

Pagi yang cerah….

”We, tidur, Ca! Pules banget lo. Mpe gw ditendang keluar,” kata Susi. Pules? Pikirku sembari mengumpul nyawa yang baru terjaga dari tidur. “Pules apanya?” tanyaku. “Ya,
iyalah pules… semalem gw tidur di luar tau, lo di kamar ndiri!”. “Siapa suruh, hehee…,” timpalku. “Au, ah..” katanya.

“Ca, buruan mandi. Mo liat pameran ga? (di tempat yang sama, di gedung aku mengikuti seminar ”Asean+3” di hari sebelumnya). Ntar ada Nadia Vega loh,” kata Dewi, cepat.

”Ah, ntar aja, siang. Pameran ini. Kalo tamunya Nadia Vega, mah kaga ngepek,” jawabku.

Tepat pukul. 13.00 WIB, kita bertiga berangkat dan ingin menemui Jay yang dari pagi sudah berada di lokasi. ”Naik apa, Wi?” aku bertanya. ”Bajaj aja, di luar gang. Kalau dari sini mahal,” tegasnya.

Di luar gang, banyak sekali lalu lalang Bajaj. ”Yang mana ya.. Nah, ini aja,” kata Dewi sambil memberi tanda stop pada supir bajaj. Dalam perjalanan, aku merasa ada yang aneh pada sopir bajaj, ini. Kita juga dibawa muter-muter jauh. Wah, ni sopir emang aneh. Pikirku menyimpulkan.

”Au, au, au,” kata sopir itu ketika melihatku. ”Kampus Jayabaya ya.. kok lewat sini? Kayanya belok deh,” aku menjelaskan.

”Au, au, au,” jawab sopir itu sambil memberi isyarat yang artinya ”Maaf, saya tak bisa bicara, tak bisa mendengar.

Wah, gubrak. Pantesan ntu sopir ngeliat kita bertiga mulu dari kaca bajajnya. Ternyata benar dugaanku, ini sopir ada yang aneh. Wah, akibat kebanyakan pilih bajaj, ternyata bajaj pilihan Dewi itu sopirnya gagu. Karena gagu, nego awal tawar kita Rp 8rb, batal.

”Kasihan, Wi. Sepuluh ribu aja ya, ” kataku.

”Ya, kasih aja. Kasihan. Kita salah pilih Abang Bajaj, nih,” jawabnya.

”Lo, aja kali, gw nggak,” gumamku dalam hati.

Wah, sampai lokasi kita bertiga ketawa. Gimana tidak. Kita dibawa jauh muter-muter, sampai rel kereta api. Padahal jarak rumah ke Kampus Jayabaya, dekat. Yah, walaupun aku dan Dewi bener-bener BT, ga ada semangatnya. Dari kejadian tersebut sedikit mengobati kepenatan atas rutinitas beberapa bulan terakhir. Dan, inilah cerita, seru sehari di Rawasari.
Salam. (ica)

Depok, 21 Juli 2008
Pukul. 09.01 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar